Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn
NUSA NEWS.COM || Jakarta, Viralnya film “Vina, Sebelum 7 hari” mengundang pro dan kontra di masyarkat. Film yang diangkat dari kisah nyata peristiwa tragedi pembunuhan dan perkosaan bernama Vina Dewi Arsita dan Eky (Muhamad Rizky) yang terjadi pada tanggal 27 Agustus 2016 silam di Cirebon oleh para pemuda anggota geng motor Mooonraker.
Anggy Umbara, sang sutradara film itu mengatakan bahwa tujuan diangkatnya kisah pembunuhan Vina Cirebon bertujuan selain sebagai kampanye anti-bullying juga untuk membantu menguak kasus pembunuhan Vina yang sudah 8 tahun tenggelam.
Film itu sendiri, menurut Anggy Umbara, tidak menayangkan 100% kisah pembunuhan Vina tersebut, namun ada beberapa persen yang sengaja disamarkan seperti nama sekolah, nama geng, tokoh Eky dan beberapa lainnya sehubungan ada beberapa pihak yang tidak berkenan dengan pembuatan film tersebut. Konon, dalam pembuatan film itu pun pernah mengalami intimidasi dari pihak yang mengaku kepolisian Cirebon baik kepada pihak pembuat film maupun keluarga Vina.
Diputarnya film Vina di bioskop-bioskop Indonesia menguak kembali ingatan kita atas tragedi memilukan pembunuhan terhadap diri Vina 8 tahun lalu di Cirebon.
Kisah tragis pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak geng motor ini sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Delapan tahun berlalu kasus Vina ini ternyata masih ada yang tersisa pelaku belum dihukum, menurut informasi yang beredar masih ada tiga pelaku utama yang masih menghirup udara segar hingga kini.
Diputarnya film Vina menguak kembali kejadian delapan tahun silam yang sudah hampir terlupakan, para penegak hukum hingga advokat kondang turun tangan kembali.
Tetapi anehnya seperti ada kesulitan untuk membekuk tiga pelaku utama yang masih buron hingga kini ada apa sebenarnya, hal ini menjadi pertanyaan publik, padahal ketiga buron ini masih memiliki keluarga jadi rasanya tidak sulit untuk membekuk dan menghukum mati tiga pelaku utama tersebut.
Mencermati kasus ini, hukum di Indonesia diselenggarakan tanpa sukma yang melekat, tanpa keadilan. Banyak rakyat merasakan hukum Indonesia makin tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Tumpul ke atas karena kita bisa menyaksikan bagaimana mereka yang di "atas" menikmati kenyamanan penegakan hukum bukan berdasarkan keadilan tapi berdasarkan kekuatan uang dan lobi yang mereka lakukan. Sedangkan hukuman bagi yang di "bawah" begitu tajam, tak ada ampun, langsung eksekusi. Parahnya, fenomena "tumbal hukum" pun menghiasi bingkai hukum di negeri ini, karena banyak terjadi orang-orang yang tidak bersalah justru terkena jerat hukum.
Dari kejadian Vina ini hendaknya kita semua dapat memetik pelajaran agar hal seperti ini tidak terjadi kepada anak-anak yang lainnya, terutama pemerintah dan negara harus tegas dalam menindak gerombolan geng motor di seluruh wilayah Indonesia
Jika perlu dibuat aturan khusus jam malam jika ada geng motor berkeliaran tembak di tempat.
Kejadian Vina ini menjadi pelajaran kita semua para orang tua, anak remaja dan pemerintah untuk bersama-sama memberi pendidikan baik dan pengawasan agar anak generasi muda tidak terjerumus pada perbuatan negatif.
Penegak hukum juga harus lebih tegas memberi tindakan terhadap geng motor juga anak remaja yang salah jalan demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Pentingnya Aspek Nilai Agama dan Moral
Mensikapi persoalan kasus Vina, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi krisis multi dimensi. Satu penyebab krisis multi dimensi, termasuk krisis moral yang menimpa bangsa kita adalah karena telah terabaikannya “pendidikan moral” (dalam pengertian pendidikan agama, budi pekerti, akhlaq, nilai moral) bagi generasi penerus.
Inilah gambaran generasi penerus kita. Tak ayal lagi nilai-nilai moral/agama tidak tertanam dan tidak dimilikinya oleh anak didik kita, kecuali hanya sangat sedikit. Apa akibatnya? Ketika mereka menginjak bangku SMP sudah mulai tawuran, menginjak SMA mendapatkan julukan SMA tawuran, dan ketika mereka menduduki bangku kuliah, apa yang terjadi.
Kalau mereka menjadi mahasiswa, mungkin akan menjadi mahasiswa yang agresif, pemberani, pendemo dan tukang tawuran. Kalau kelak mereka menjadi pejabat, mungkin tidak jujur dan korup. Inikah moral mereka?
Pendidikan nilai moral/agama sangat penting bagi tegaknya satu bangsa. Tanpa pendidikan nilai moral (agama, budi pekerti, akhlak) kemungkinan besar suatu bangsa bisa hancur, carut marut. Munculnya kembali pendidikan budi pekerti sebagai primadona dewasa ini mencerminkan kegusaran bangsa ini akan terjadinya krisis moral bangsa dan ke hidupansosial yang carut marut
Agar kasus-kasus serupa tidak lagi terjadi, pentingnya aspek nilai agama dan moral untuk anak usia dini. Dalam mendidik seorang anak, hal yang paling utama ditanamkan sebaiknya adalah nilai agama dan moral. Sebab agama dan moral adalah pondasi utama dalam membentuk karakter seorang manusia. Jika manusia tidak memiliki moral, maka sikapnya akan buruk, begitupun jika seorang manusia tidak memiliki agama, maka tujuan hidupnya tidak akan jelas.
Itulah mengapa begitu pentingnya aspek nilai agama dan moral untuk anak usia dini. Anak – anak bagaikan selembar kertas putih yang masih bersih. Dan apa yang kita ajarkan bagaikan tinta hitam yang akan terpatri apda diri anak. Maka dari itu semenjak dini anak harus diajarkan hal – hal yang baik menurut moral dan agama. Tentunya hal ini bertujuan untuk memberikan sang anak bekal saat menghadapi kehidupan di hari – hari berikutnya hingga ia dewasa.
*) Akademisi, Praktisi Hukum
Red: ( 01)
0 Komentar